Suka menulis cerita karena imajinasi yang saya tulis adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Walaupun hidup bukan hanya tentang imajinasi.

Kurikulum Sekolah Kita Masih Jadi Masalah? Ini Realitanya

Senin, 26 Mei 2025 21:44 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Guru Mengajar
Iklan

Pendidikan adalah cerminan masa depan bangsa. Di Indonesia, kurikulum terus berganti dari masa ke masa

Pendidikan adalah cerminan masa depan bangsa. Di Indonesia, kurikulum terus berganti dari masa ke masa—dari era kemerdekaan sampai sekarang yang serba digital. Harapannya sih, setiap perubahan bisa bikin proses belajar jadi lebih baik dan sesuai kebutuhan zaman. Tapi sayangnya, kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan.

Idealnya, kurikulum itu jadi panduan guru dan sekolah untuk mengajar dengan cara yang relevan dan menyenangkan. Tapi dalam praktiknya, kurikulum sering hanya jadi dokumen formal yang nggak benar-benar "hidup" di ruang kelas. Seperti yang disampaikan Suparlan (2013), banyak guru belum siap secara penuh untuk memahami dan menjalankan isi kurikulum. Akibatnya, mereka cuma menyalin apa yang tertulis tanpa bisa menerjemahkannya ke metode belajar yang menarik dan kontekstual untuk siswa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masalahnya makin rumit karena kurikulum di Indonesia sering berganti dalam waktu singkat. Belum juga benar-benar paham satu kurikulum, eh udah muncul yang baru. Menurut Zuhdan dan Risqon (2017), perubahan ini harusnya dibarengi dengan pelatihan yang intensif dan berkelanjutan. Tanpa itu, guru bisa bingung dan kesulitan menyusun materi ajar atau memilih metode belajar yang pas.

Belum lagi soal fasilitas. Banyak sekolah di daerah terpencil belum punya listrik yang stabil, jaringan internet, bahkan ruang kelas yang layak. Padahal sekarang belajar banyak mengandalkan teknologi. Tapi kenyataannya, nggak semua sekolah punya akses ke perangkat dan koneksi yang dibutuhkan. Laporan dari Puslitjak Kemendikbud (2020) menunjukkan masih adanya kesenjangan besar antara sekolah di kota dan desa soal infrastruktur pendidikan.

Perubahan kurikulum juga sering datang dari atas tanpa melibatkan guru, padahal mereka yang paling tahu kondisi sebenarnya di kelas. Tilaar (2002) bilang bahwa pendidikan nasional bisa berhasil kalau guru dan masyarakat lokal ikut terlibat dari awal perencanaan sampai evaluasi.

Kita juga punya Standar Nasional Pendidikan yang seharusnya jadi dasar pelaksanaan kurikulum. Tapi kalau standar itu sendiri belum bisa dipenuhi—misalnya soal pendekatan saintifik dan pembelajaran aktif—ya susah juga berharap kurikulum berjalan maksimal. Belum lagi soal penilaian yang rumit dan bikin guru lebih sibuk ngurus administrasi daripada ngajar.

Jadi, ke depannya kurikulum harus dikembangkan secara lebih bijak dan melibatkan banyak pihak, terutama guru. Mereka nggak cukup hanya jadi pelaksana, tapi juga harus diberi ruang sebagai perancang pembelajaran yang kreatif. Pemerataan fasilitas dan pelatihan yang berkelanjutan juga penting banget. Kalau semuanya sinergi, kurikulum bisa jadi alat pembebasan, bukan malah beban tambahan.

 

 

 

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Nadia Rahma

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pendidikan

Lihat semua